Menuju Surga Allah

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan bahwa ketika meletus Perang Badar, Rasulullah saw. berada dalam kubahnya dan berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya saya mengingatkan janji-Mu, ya Allah jika Engkau menghendaki (kekalahan dalam Perang Badar) niscaya Engkau tidak akan disembah setelah hari ini selama-lamanya.”

Abu Bakar kemudian memegang tangan Rasulullah saw. dan berkata, “Cukup Engkau ya Rasulullah, Engkau telah mendesak Allah, Engkau telah mendesak Rab, saat itu Rasulullah saw. menggunakan baju besi. Kemudian, beliau keluar dan membacakan ayat yang artinya, ‘Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang. Sebenarnya hari kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit’.” (Al-Qamar: 45–46).

Ingatlah, sesungguhnya kekalahan itu tidak akan turun kepada orang-orang mukmin yang benar, tetapi ia akan turun kepada orang yang menentang Allah dan sombong kepada-Nya. Kekalahan itu akan turun kepada orang-orang munafik yang memerangi Allah Tabaraka wa Taala.

Ingatlah, bahwa umat Islam tidak akan tinggi, kecuali satu bendera yang ditulis kalimat Laa ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah. Meskipun peristiwa sebelum ataupun sesudah perang telah berubah, ia tetap berpegang teguh kepada prinsip meskipun peristiwa telah berubah.

Ingatlah, bahwa kondisi kita pada hari ini tidak diridai Allah dan Rasul-Nya, kita hampir tidak mempercayai bahwa kalau umat ini adalah umat Muhamad. Apakah ini umat yang bertauhid? Apakah ini umat Islam?

Bila engkau berkunjung ke makam Muhammad saw. dan engkau melihat tempat tinggal yang besar, air matamu mengalir karena kewibawaan Rasululullah di antara dinding dan kamar-kamar.

Maka, katakanlah kepada Rasulullah, “Wahai sebaik-baik utusan, aku memberi tahu kepadamu akan kerugian yang tengah terjadi. Rakyatmu di timur dan barat bagaikan ashabul kahfi. Mereka memiliki keimanan serta dua cahaya Quran dan sunah, maka bagaimanakah keadaaan mereka bila tidak ada cahaya?”

Seorang sahabat besar Anas bin Nadhr r.a. tengah bersiap-siap pergi menuju Perang Uhud. Di tengah perjalanan ia berjumpa dengan sahabat besar lainnya, Sa’ad bin Mu’adz yang bertanya kepadanya, “Hendak ke manakah engkau Anas? Ia berkata, “Saya hendak ke Uhud, sesungguhnya saya mencium bau surga ada di Uhud.”

“Hendak ke Uhud, sesungguhnya di sana saya mencium bau surga.” Sebuah pernyataan yang keluar dari hati yang dipenuhi dengan rasa cinta kepada Allah SWT. Dari hati yang mengenal Allah.

“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al-Maidah: 54).

Hendak kemanakah engkau wahai Anas? Hendak ke Uhud, sesungguhnya di sana saya mencium bau surga. Sebuah jiwa yang penuh dengan ketenangan dan kebenaran. Sesungguhnya Allah telah mengajari mereka untuk menjadi yang terbesar dari peristiwa yang tengah terjadi, meskipun kayu bakar terasa amat panas, musibah dan kesulitan terasa begitu berat.

“Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (Ali Imron: 140–142).

Allah telah mengajari mereka agar menjadi yang terbesar dari hari-hari yang sulit.

Sesungguhnya risalah Islam bukanlah sekadar kata-kata. Risalah Islam adalah pendidikan, pemusatan, dan pengarahan. Bagaimana kita mendidik kaum lelaki bila kita lalai mendidik hati dan membangun jiwa? Untuk memasuki peperangan, kita harus membangun hati kita. Dengarkanlah apa yang dikatakan Anas bin Nadhir r.a. Anas yang telah menorehkan sejarah dengan kedua lututnya dan meletakkan dunia di bawah kedua telapak kakinya. “Sesungguhnya saya mendapatkan bau surga di Uhud.” Ia telah terjun ke medan perang sebagai dan meninggal dalam keadaan syahid. Orang-orang kemudian datang untuk mengenali jasadnya, tetapi mereka kesulitan untuk mengenalinya, lantaran banyaknya luka dalam tubuhnya. Lebih dari 80 luka antara sabetan pedang, tusukan anak panah, dan lemparan tombak berkumpul dalam tubuhnya. Tanda-tanda untuk mengenali jasadnya telah berubah, karena dahsyatnya luka yang menimpa dirinya. Tatkala ia terkena lemparan tombak ia berkata, “Laa ilaaha illallah Muhammad rasulullah.”

Sesungguhnya luka itu meskipun banyak dan dahsyat, namun ia tidak merasakan rasa sakit, ia tengah berada dalam rasa dingin dan damai.

Kemudian, datanglah saudara perempuan Anas untuk mengenal jasadnya, ia kemudian mengamati jasad yang mulia itu, tetapi ia tidak dapat mengenalinya, kecuali dengan jari-jari tangannya.

Ia berkata, “Sesungguhnya dia adalah saudaraku, namun siapakah yang telah mengirimkan jasad sang syahid? Sesungguhnya yang telah mengirimkan jasadnya adalah para malaikat. Allah Azza wa Jalla berduka cita terhadap kaum mukminin, dan Jibril membawa duka cita kepada mereka dan Nabi kita yang mulia mengumumkannya. Allah SWT berfirman, “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya).” (Al-Ahzab: 23).

Sesungguhnya kita membutuhkan kaum lelaki yang mengenal Allah. Manakala Shalahuddin al-Ayyubi terjun ke medan perang melawan tentara Eropa, ia senantiasa mengerjakan salat sebelum subuh dan berdoa memohon kemenangan atas kaum mukminin. Ia berkata, “Mintalah doa pada waktu sahur untuk mengalahkan musuh-musuh Allah.”

Suatu saat Shalahuddin duduk di antara para sahabatnya, saat itu masjid Al-Aqsa masih dalam genggaman kaum salib. Ia duduk terdiam. Para sahabatnya lalu berkata kepadanya, “Mengapa Anda tidak tersenyum, wahai Shalahuddin? Ia berkata, “Saya takut Allah melihat saya tersenyum, sementara Masjidil Aqsa masih di tangan kaum salib.”

Sesungguhnya musuh-musuh Islam datang untuk menghancurkan dan merusak. Sementara, Islam datang untuk membangun dan mengadakan kemakmuran. Para sahabat Rasulullah saw. tidak pernah berjalan dengan meraba-raba dalam kegelapan, namun ia berjalan dalam garis yang jelas dan benar.

Engkau, wahai kaum muslimin, janganlah putus asa dari rahmat Allah, janganlah putus asa dari rahmat Allah, karana kemenangan itu pasti akan datang. Allah SWT telah berfirman, “Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (Ar-Rum: 45).

“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al-Hajj: 40).

Sesungguhnya telah datAng waktu untuk kembali kepada Allah Azza wa Jalla. Karena banyaknya dosa akan menyempitkan rezeki, merusak akhlak, menghilangkan perilaku, dan mencabut rahmat dari dada para hamba.

Hamba Allah, jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu, dan tolonglah (agama) Allah, niscaya Allah akan menolong kalian. Ingatlah Allah, niscaya Allah akan mengingat kalian, dan bersyukurlah kepada Allah, niscaya ia akan menambah kalian. Allah Akbar, Allah akan memberikan pertolongan. Allah akan memberikan kemenangan. Allah akan menghinakan orang yang kafir dan memuliakan orang yang menolong kaum mukmin. Wallahu a’lam.

Al-IslamPusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *