Umar Bin Abdul Aziz

Masjid Cordoba_dalamUmar  bin Abdul Aziz adalah khalifah Umayyah yang masyhur. Kerajaannya membentang  dari tepi laut Atlantik sampai ke daratan tinggi di Pamir. Suatu  hari,  ia  duduk di kamar kerjanya mempelajari setumpuk dokumen negara.  Cahaya lampu yang suram di kamarnya menambah ketenangan kamar dan  khalifah  hampir  tidak  mengetahui kehadiran isterinya, Fatimah, sampai ia menyapanya.

“Yang  mulia! Maukah anda memberikan waktu untukku sejenak? Saya ingin merundingkan masalah pribadi dengan anda.”

“Tentu  saja,”  jawab  khalifah sambil berpaling dari kertas-kertas di atas  mejanya. “Tapi, tolong matikan lampu itu, yang milik negara, dan nyalakan lampu anda sendiri. Aku tidak mau memakai minyak negara untuk pembicaraan pribadi.”

Isteri yang patuh itu mengerjakan apa yang dikatakan khalifah. Fatimah adalah  putri  Abdul Malik, khalifah Umayyah yang perkasa, dan saudara perempuan   dari   dua  khalifah  Umayyah  berturut-turut,  Walid  dan Sulaiman.

Pemerintah  Umar  bin  Abdul  Aziz,  kendati  tidak  berlangsung lama, seperti  oasis  di  gurun pasir yang luas. Pemerintahannya adalah yang paling  baik  selama  91  tahun kekhalifahan Umayyah. Berjalan singkat namun   telah  mengubah  pandangan  terhadap  negara.  Pemerintahannya menumbuhkan kembali kekuatan demokratis, walau setelah ia wafat timbul lagi usaha mengembalikan otokrasi di bawah Hisyam. Usaha ini mengalami kegagalan  yang akhirnya memuncak pada peruntuhan kekhalifahan Umayyah di tangan kaum Abassiyah.

Umar  bin  Abdul  Aziz  bergelar al-Khalifatush Shaalih (khalifah yang saleh).  Ia  putra  Abdul  Aziz,  gubernur Mesir. Ibunya, Ummu ‘Aasim, adalah  cucu  Khalifah Umar ibn al-Khattab. Dilahirkan pada tahun 63 H (682  M)  di Halwan, sebuah kampung di Mesir, Umar mendapat pendidikan di  Madinah  dari  paman  ibunya,  Abdullah  ibn  Umar yang termasyur. Madinah  yang pada waktu itu menjadi pusat ilmu di dunia Islam, sangat membantu  membentuk  gaya hidupnya yang sangat lain dari para khalifah Umayyah  lainnya.  Ia menetap di Madinah sampai ayahnya meninggal pada tahun  704 Masehi. Pada tahun itu pula ia dipanggil menghadap pamannya Khalifah  Abdul  Malik, dan dikawinkan dengan puterinya, Fatimah. Umar diangkat  menjadi  gubernur  Madinah  pada  tahun  706 M oleh KhalifahWalid.

Tidak  seperti  gubernur-gubernur otokratis lainnya, ia segera tiba di Madinah  membentuk  sebuah  dewan penasehat, terdiri dari sepuluh ahli hukum  kenamaan  dan  tokoh-tokoh  terkemuka  di  kota suci itu. Dalam menjalankan pemerintahannya, Umar berkonsultasi dengan dewan tersebut. Ia   memberi   kuasa   kepada   dewan  untuk  mengawasi  tindak-tanduk bawahannya.  Tindakan  ini  mendapat  sambutan dan dukungan besar dari penduduk  Madinah. Ia berhasil memupus tanda-tanda kehancuran Islam di kota  suci  itu yang dilakukan Yazid dan Abdul Malik. Selama dua tahun sebagai  gubernur Madinah, ia memperbaiki dan memperbesar masjid Nabi, serta   memperindah   kota  suci  dengan  bangunan-bangunan  umum.  Ia membangun  ratusan  terowongan  air  baru, dan memperbaiki jalan-jalan luar  kota  yang  menuju  Madinah. Ia “lunak tetapi tegas,” kata Ameer Ali, “Sangat berhasrat memajukan kesejahteraan rakyatnya. Pemerintahan Umar terbukti sangat menguntungkan lapisan masyarakat.”

Pemerintahannya  yang patriotis dan adil menarik banyak kaum pengungsi dari  Iran,  yang  mengeluh  ditindas  oleh  Hajjaj bin Yusuf. Menurut Tabaru, migrasi itu membuat Hajjaj yang lalim marah besar. Ia mendesak Walid   mengeluarkan  para  pengungsi,  dan  Madinah  terpaksa  mereka tinggalkan dalam suasana “berkabung umum.”

Terangkatnya  dia  ke  puncak  kekuasaan  didahului  oleh  penghargaan khalifah  Umayyah  terdahulu,  Sulaiman  ibn  Abdul Malik, yang sangat menghormati  Umar  bin  Abdul  Aziz. Sulaiman kemudian mengangkat Umar menjadi  penggantinya. Ini terjadi menjelang wafatnya Sulaiman, dengan penyerahan  jubah  kekhalifahannya  kepada calon penggantinya itu yang sebenarnya agak segan menerimanya.

Dengan  menjauhkan  segala  yang  berbau kemewahan, khalifah yang baru menolak  pasukan  pengawal  berkuda  dan  menyimpan  seluruh peralatan keupacaraan  di  Baitul  Mal,  bagaikan  rakyat  biasa,  ia lebih suka tinggal  di  sebuah  tenda  kecil  dan  menyerahkan  istana raja untuk didiami  keluarga  Sulaiman. Ia memerintahkan agar kuda-kuda di istana dilelang  dan  uangnya  di simpan di Baitul Mal. Salah seorang anggota keluarga  Umar  bertanya  mengapa ia tampak murung. Khalifah menjawab : “Apakah   memang   tidak  ada  yang  harus  aku  cemaskan?  Aku  telah dipercayakan  mengupayakan  kesejahteraan  bagi  kerajaan  yang begitu luasnya.  Aku  gagal  menjalankan  tugas  itu  jika  aku  tidak segera membantu   kaumku  yang  miskin.”  Ia  kemudian  naik  ke  mimbar  dan berpidato:   “Saudara-saudara!   Aku  telah  dibebani  tanggung  jawab kekhalifahan,  tugas  yang  sebenarnya  di  luar kemauanku. Anda bebas memilih  siapa  saja  yang  anda  inginkan.” Tapi seluruh hadirin sama berteriak  bahwa Umarlah tokoh paling sesuai untuk jabatan tinggi itu. Ia   lalu   menasehati  rakyatnya  agar  selalu  dalam  kesalehan  dan kebajikan.  Ia  mengijinkan mereka mencabut pernyataan sumpah setianya bila ia dinilai menyeleweng dari jalan Allah.

Pemerintahannya  yang  singkat  itu  dikenal  demokratis dan sehat. Ia melakukan  perang mempertahankan diri terhadap orang Turki, yang telah membinasakan  Azerbaijan  dan membunuh ribuan orang Islam tak berdosa. Di  bawah  pimpinan Ibn Hatik ibn Ali Naan al-Balili, pasukan khalifah memukul  mundur tentara penyerang dengan banyak korban di pihak musuh. Khalifah  mengijinkan  tentaranya  berperang  melawan  orang  Khariji, dengan   syarat  kaum  wanita,  anak-anak  dan  tawanan  perang  harus diselamatkan.  Musuh  yang kalah tidak boleh dikejar, dan semua barang rampasan   dikembalikan   kepada   keluarganya.   Ia   mengganti  para administrator  Umayyah yang korup dan bertindak sewenang-wenang dengan orang-orang yang terampil dan mampu bersikap adil.

Tindakan pertamanya begitu memangku jabatan adalah mengembalikan harta yang  pernah  disita  kaum Umayyah kepada para pemiliknya yang berhak. Yang  pertama-tama  dilakukannya  adalah  mengembalikan  semua  barang bergerak  dan  tidak bergerak kepada Baitul Mal. Ia bahkan menyerahkan sebentuk  cincin  yang dihadiahkan kepadanya oleh Walid. Budaknya yang setia,  Mahazim,  terpesona  oleh tindakan langka seorang penguasa itu dan  bertanya:  “Ya  Tuanku,  apa  yang  telah  anda  tinggalkan untuk anak-anak Anda?”

Jawabanya hanya sepatah kata: “Allah.”

Umar  mengembalikan  kebun  tidak  kepada keturunan Nabi, yang diambil Marwan  semasa  kekhalifahan  Utsman.  Ia  meminta isterinya, Fatimah, mengembalikan  perhiasan  yang  ia terima dari ayahnya, Khalifah Abdul Malik.   Dengan   iklas   isterinya  menuruti  kemauan  suaminya,  dan menyerahkan  seluruh  perhiasannya kepada Baitul Mal. Setelah suaminya meninggal,  adiknya,  Yazid,  yang  kemudian menggantikan Umar sebagai khalifah,  menawarkan  kembali  perhiasan  yang dulu diserahkan kepada Baitul  Mal. Fatimah berkata kepada adiknya: “Aku kembalikan perhiasan itu  semasa  suamiku hidup. Mengapa kini harus kuambil kembali setelah dia meninggal?”

Kembali  kepada  pemerintahan  Umar,  pengembalian  tidak  menimbulkan reaksi  rakyat  yang  beraneka ragam. Orang Khariji yang fanatik, yang pernah  memusuhi  kekhalifahan, segera berlaku lembut kepada Umar Umar bin Abdul Aziz.

Keluarga   Umayyah  yang  terbiasa  hidup  mewah  atas  biaya  rakyat, memberontak  terhadap  tindakan  tegas  tapi adil yang dijalankan oleh khalifah.  Mereka  memprotes  keras pengembalian harta yang telah lama mereka kuasai kepada negara.

Pada  suatu  hari, Khalifah mengundang beberapa tokoh keluarga Umayyah untuk makan malam, tetapi sebelumnya ia telah memerintahkan juru masak agar  menunda  dulu penyiapan makanan. Ketika akhirnya para tamu mulai merintih  kelaparan,  baru  khalifah  berteriak agar juru masak segera menyediakan   santapan.   Tetapi   bersamaan   dengan   itu  pula,  ia memerintahkan  agar  sambil  menunggu  dihidangkan dulu roti panggang. Santapan  sederhana  ini  langsung  disantap  Umar,  yang diikuti para tamunya  yang  kelaparan.  Beberapa  waktu kemudian, juru masak muncul menghidangkan  santapan  yang  sudah siap dimakan, tetapi ditolak oleh tamu-tamu  itu. Alasannya, mereka sudah kenyang. Pernyataan itu segera ditanggapi  Khalifah, “Saudara-saudara! Jika Anda bisa memuaskan nafsu makan dengan makanan sederhana, lalu mengapa Anda suka sewenang-wenang dan  merampas milik orang lain?” Ucapan ini ternyata sangat menggugah, sampai para bangsawan Umayyah itu meneteskan air mata.

Pemerintahannya yang adil dan tidak memihak memang bertentangan dengan keinginan  kaum  bangsawan Umayyah. Sebab mereka telah terbiasa dengan berbagai bentuk kebebasan yang tidak bertanggung jawab, dan acap tidak dapat  mentolerir  setiap  hambatan  bagi  kebebasan  mereka  yang tak terbatas.  Mereka  bahkan  siap  membunuh  anggota  sesuku yang mereka anggap  menyetujui  kebijaksanaan  Umar. Seorang budak Khalifah mereka sogok  agar  meracuni  Khalifah.  Ketika  Khalifah  merasakan pengaruh racun,  ia  memanggil budak itu dan menanyainya. Si budak menjawab, ia disogok  seribu  dinar  untuk jasa meracuni Khalifah. Uang itu diambil Umar  dan disimpan di Baitul Mal. Ketika akhirnya ia membebaskan budak itu,  Khalifah memintanya segera menyingkir, jika tidak ada saja orang yang akan membunuhnya.

Umar  wafat pada tahun 719 M, pada usia muda, 36 tahun, di tempat yang disebut  Dair  Siman  (Pesantren  Siman),  dekat Herms. Mati syahidnya negarawan    berjiwa   mulia   ini   membuat   seluruh   dunia   Islam berbelasungkawa.   Hari  wafatnya  menjadi  hari  berkabung  nasional, ditandai  berbondong-bondongnya  penduduk  kota kecil itu menyampaikan duka  citanya  yang  dalam.  Ia  dimakamkan di Dair Siman, di sebidang tanah yang ia beli dari seorang Kristen.

Muhammad ibn Mobat, yang waktu itu kebetulan hadir di pertemuan Istana Kerajaan  Romawi,  melaporkan  bahwa  dia  melihat  Raja Romawi sangat murung  menerima  kabar  wafatnya  Umar.  Ketika ditanyakan, sang raja berkata, “Seorang yang saleh telah wafat, Umar bin Abdul Aziz. Setelah Nabi  Isa,  jika  ada orang lain yang mampu menghidupkan kembali orang mati,  dialah  itu.  Aku  tidak  terlalu  heran  melihat  pertapa yang meninggalkan kesenangan duniawi agar hanya dapat menyembah Tuhan. Tapi aku  sungguh kagum menyaksikan seorang pemilik kesenangan duniawi yang tinggal  meraih  dari  bawah  telapak kakinya, tapi malahan ia menutup matanya rapat-rapat lalu hidup di dalam kesalehan.”

Diceritakan, Umar hanya meninggalkan uang 17 dinar, dengan wasiat agar sebagiannya untuk sewa rumah tempatnya meninggal, sedang sebagian lagi ia minta dibayarkan untuk harga tanah tempatnya dimakamkan.

Ameer  Ali  mengatakan,  “Kesalehannya  tidak dibuat-buat, ia memiliki rasa  keadilan  dan  kejujuran  yang  tinggi,  sikap  dan  cara  hidup sederhana  yang  mendekati  bersahaja,  yang  menjadi  ciri-ciri utama wataknya.  Tanggung jawab pemerintahan yang dipercayakannya membuatnya selalu gelisah dan banyak menimbang sebelum mengambil suatu keputusan. Diceritakan,  suatu  hari  isterinya mendapatkan ia sedang menangis di tikar sembahyang, yang mendorong wanita itu menanyakan sebab-sebabnya. Umar  menjawab:  “O,  Fatimah!  Aku  telah  diangkat menjadi raja kaum Muslimin  dan  orang  asing.  Yang sedang aku pikirkan sekarang adalah nasib  orang-orang  miskin  yang  kelaparan, orang melarat yang sakit, yang  tidak berpakaian dan menderita, yang tertindas, orang asing yang dipenjara,  para  sesepuh  yang  patut  dimuliakan,  dan  mereka  yang berkeluarga  besar  hanya  mempunyai  sedikit  uang, serta mereka yang berada  di  tempat-tempat  yang  jauh.  Aku merasakan tentu Allah akan menanyakan keadaan mereka, yang berada di bawah kekuasaanku, pada hari kiamat.  Aku  takut  tak  ada sesuatu pembelaan yang dapat membantuku, karena itu aku menangis.”

Kejujuran  dan  integritasnya  tidak  banyak  yang  menyamainya, dalam sejarah  umat  manusia yang manapun. Menurut Tabaqat ibn Saad, seperti telah diungkapkan, Umar tidak pernah mengerjakan urusan pribadi dengan lampu  yang  minyaknya  dibeli dengan uang negara. Setiap hari Jum’at, Farat  ibn  Muslama  membawa  dokumen negara untuk ia teliti, dan baru kemudian  ia  mengeluarkan  perintah-perintah. Pada suatu hari Jum’at, Umar  membawa  secarik  kecil  dokumen  negara  untuk digunakan secara pribadi.  Muslama yang tahu akan kejujurannya mengira ia melakukan hal itu  karena  lupa.  Pada hari Jum’at berikutnya, ketika membawa pulang dokumen-dokumen  negara,  Muslama  menemukan di antara dokumen-dokumen itu  selembar  kertas  yang sama besar ukurannya dengan yang digunakan Khalifah.

Dengan  dana  dari  Baitul Mal, ia mendirikan wisma orang miskin. Pada suatu hari seorang budaknya menggunakan kayu bakar wisma untuk memasak air  buat wudhu Umar. Tapi tak lama kemudian, si budak itu mendapatkan kayu  bakar  baru  sejumlah yang telah dipakainya ditumpuk di tumpukan kayu  bakar.  Umar menolak menggunakan air yang dipanaskan dengan batu bara  milik  negara.  Banyak  gedung  besar  yang bagaikan istana dulu dibangun  di  Khanasta  dengan  dana Baitul Mal. Para khalifah lainnya sekali-kali   tinggal   di   gedung-gedung   itu  bila  mereka  sedang mengunjungi   kota.   Tapi   Umar   bin   Abdul   Aziz   tidak  pernah menggunakannya. Ia lebih menyukai berkemah di lapangan terbuka.

Menurut   pengarang  buku  Tabaqat  ibn  Saad,  Umar  menyuruh  lelang barang-barang  mewah  miliknya  seharga  23  ribu  dinar, dan uang itu dihabiskan untuk amal.

Makannya  sangat  sederhana. Dan ia tidak pernah membangun rumah milik pribadi, karena ingin mengikuti jejak Nabi. Dalam buku sejarahnya yang terkenal,  Tarikhul-Khulafa Sejarah Para Khalifah), al-‘Allamah Suyuti menyatakan  bahwa ketika Umar menjadi khalifah, ia hanya membelanjakan dua  dirham  sehari.  Sebelum  terpilih  sebagai khalifah, harta milik pribadinya  menghasilkan pendapatan 50 ribu dinar setahun. Tapi segera setelah  terpilih  sebagai  khalifah,  ia menyerahkan seluruh miliknya pada  Baitul  Mal. Akibatnya pendapatan pribadinya merosot menjadi 200 dinar setahun.

Kepada  anak-anaknya  tidak pernah memberikan barang-barang mewah atau kesenangan  yang  berlebihan.  Suatu  waktu ia memanggil Aminah, putrid kesayangannya.  Tapi  anak  itu  tidak  bisa datang, karena menganggap pakaiannya  tidak  pantas untuk menghadap raja. Ketika seorang kerabat mengetahui  hal  itu,  ia membelikannya Aminah dan saudara-saudaranya. Namun  Umar tidak pernah mau menerima hadiah dari siapapun. Pada waktu yang  lain  seseorang  menghadiahkan  sekeranjang buah apel kepadanya. Khalifah  menghargai  pemberian  itu,  tapi tetap menolak menerimanya. Orang  itu  lalu  memberikan  contoh  Nabi  yang  mau menerima hadiah. Segeralah  khalifah  menjawab  :  “Tidak  disangsikan lagi, hadiah itu memang untuk Nabi, tapi kalau diberikan untukku itu adalah penyuapan.”

Ibn  al  Jawi,  pengarang  biografi  Umar menulis, “Pakaian Umar penuh dengan  tambalan,  dan  ia  bergaul  dengan rakyatnya begitu bebasnya, sehingga  orang  asing  datang  menemuinya  susah  mengenali khalifah. Ketika banyak stafnya menyatakan pembaruan fiskal yang dilaksanakannya hanya  menyenangkan  pemeluk  baru masuk agama Islam dan menguras dana Baitul  Mal.  Umar  menjawab, “Aku sangat gembira, demi Allah, melihat setiap  orang menjadi Muslimin, sehingga untuk mencari nafkah Anda dan saya   harus   mengerjakan   tanah   dengan   tangan   kita  sendiri.” (Ensyclopedia of Islam).

Umar  dikenal  sangat  baik  budi  pekertinya.  Pada suatu waktu orang menyaksikan  ia  meneteskan  air mata ketika mendengar seorang kampung menceritakan  nasib  malang  yang menimpanya. Orang itu diberinya uang yang diambil dari koceknya sendiri. Ia juga penyayang binatang. Umar   mempercayakan   nasib   sepenuhnya   kepada   Allah.  Kalau  ia berjalan-jalan, selalu tanpa pengawal.

Dalam  masa kekhalifahannya, Umar mengadakan sejumlah pembaruan bidang administrasi,  keuangan  dan  pendidikan.  Kehadirannya  tepat  waktu. Seorang  pembaru  biasanya muncul bila mesin administrasi, politik dan etika  sudah berkarat dan membutuhkan perbaikan besar-besaran. Pembaru rezim  Umayyah  yang tak ada bandingannya ini dilahirkan di lingkungan yang  sangat  suram dan karenanya memerlukan perubahan. Anaknya, Abdul Malik,  pemuda  berumur  17  tahun  yang bermasa depan baik menasehati ayahandanya  agar  mengadakan  pembaruan  penting  secara lebih tegas. Ayahandanya  yang  bijaksana  itu  menjawab, “Anakku, yang kau katakana hanya  bisa berhasil bila aku menggunakan pedang. Tapi pembaruan tidak bermanfaat baik bila dicapai melalui mata pedang.”

Atas  perintah  Umar, raja mudanya di Spanyol, Samh, mengadakan sensus terhadap  berbagai  bangsa,  suku,  dan kepercayaan penduduk setempat. Diadakanlah survei di seluruh semenanjung, yang mencakup kota, sungai, laut  dan  gunung-gunung.  Survei  juga  mencatat dengan seksama sifat tanahnya,  ragam  produksi  dan  hasil pertaniannya, serta sumber daya mineralnya.  Sejumlah  jembatan di bagian selatan Spanyol dibangun dan diperbaiki.  Di Saragosa, bagian utara Spanyol, dibangun sebuah masjid yang luas.

Lembaga  Baitul  Mal  yang  merupakan salah satu sistem pembaruan yang dibawa  Islam  telah  terbukti  membawa  berkah bagi kaum miskin Islam selama  pemerintahan  para  “Khalifah  yang  saleh.”  Tapi  dalam masa Khalifah   Umayyah,  Baitul  Mal  telah  digunakan  untuk  kepentingan pribadi.  Umar  bin  Abdul  Aziz yang menghentikan praktek tidak sehat ini, dan ia memberi teladan dengan tidak pernah mengambil uang sedikit pun  dari  Baitul Mal. Ia memisahkan rekening untuk Khams, Sadaqah dan Fai’, dan masing-masingnya mempunyai bagian-bagian tersendiri. Seluruh praktek  pemberian hadiah yang mahal-mahal, para pengarang pidato yang memuji-muji keluarga raja, ia hentikan.

Tindakan  penting  lainnya yang diambil Umar ialah pembaruan di bidang perpajakan.  Ia mengadakan pengaturan agar pajak dengan mudah dipungut dan  dikelola  dengan  cara yang sehat. Ia menulis soal pemajakan yang mengesankan  kepada Abdur Rahman, yang kemudian disalin oleh Qadhi Abu Yusuf  :  “Pelajarilah  keadaan  tanahnya dan tetapkan pajak bumi yang pantas.  Jangan mengenakan pajak kepada tanah yang gersang, sebaliknya pajak   atas   tanah   yang   subur  jangan  sampai  tidak  dipungut.” Pembaruannya yang tidak memberatkan kaum lemah membuat rakyat melunasi kewajiban  membayar pajak dengan senang hati. Ini merupakan sikap yang berkebalikan  terhadap  pemajakan  yang  dikenakan Hajjaj bin Yusuf di Syiria.  Walaupun  Hajjaj  memaksakan  pajak  melalui tekanan-tekanan, namun  hasil  yang  dicapai  hanya  separuh  dari jumlah yang dipungut pemerintahan Umar bin Abdul Aziz.

Umar  secara khusus memperhatikan perbaikan keadaan penjara. Abu Bakar ibn  Hazm  ditunjuknya  sebagai petugas yang memeriksa penjara-penjara setiap   Minggu.   Sipir  penjara  diperingatkan  agar  tidak  berbuat semena-mena  terhadap narapidana. Setiap narapidana menerima tunjangan bulanan dan pakaian yang pantas untuk setiap muslim.

Lembaga-lembaga  kesejahteraan umum dan pekerjaan umum banyak menerima dorongan  darinya.  Di kerajaan yang cukup luas itu dibangun sumur dan penginapan  untuk  umum.  Rumah-rumah  obat  amal  juga dibuka. Bahkan pemerintah  juga  mengatur  ongkos perjalanan untuk kaum fakir miskin. Pada jalur Khurasan dan Samarkhand banyak dibangun losmen.

Umar   suka   mengambil   contoh   pemerintahan  Khalifah  Umar  untuk dipraktekannya. Umar bin Abdul Aziz termasuk lima khalifah saleh versi Imam  Sofyan  Ats-Tsauri,  disamping Abu Bakar, Umar al-Faruq, Utsman, dan  Ali.  Ciri  paling  menonjol  pemerintahannya  ialah  penghidupan kembali  semangat  demokrasi  Islam  yang  ditindas  ketika Yazid naik tahta.  Dalam  sebuah  surat  dialamatkan kepada gubernur Kuffah, Umar mendesak  para  gubernur  agar menghapuskan semua peraturan yang tidak adil. Ia menulis, “Anda harus mengetahui, agama dapat terpelihara baik bila terdapat keadilan dan kebajikan, jangan anggap remeh segala dosa, jangan  coba  mengurangi  apa yang menjadi hak rakyat, jangan paksakan rakyat  melakukan sesuatu di luar batas kemampuan mereka; ambilah dari mereka  apa  yang  dapat  mereka  berikan,  lakukanlah  apa saja untuk memperbaiki  kehidupan  dan kesejahteraan rakyat, memerintahlah dengan lemah  lembut  tanpa  kekerasan,  tidak menerima hadiah pada hari-hari besar,  jangan  menerima  biaya atas buku suci (yang disebarkan kepada penduduk),  jangan mengutip pajak atas para pelancong atau perkawinan, atau  atas  susu  sapi,  dan jangan kenakan pajak terhadap mereka yang baru masuk agama Islam dengan tujuan mendapatkan hak pilih.”

Khalifah  saleh  itu  membubarkan  600  pengawal  pribadi khalifah. Ia menerima   gaji   kurang  dari  jumlah  yang  didapat  bawahannya.  Di sekitarnya  ia  himpun  orang-orang  pandai  yang  bertugas memberikan nasehat mengenai masalah kenegaraan kepadanya.

The  Encyclopedia  of  Islam  mengakui  bahwa Umar bin Abdul Aziz yang bersikap  sangat  baik  dan  adil  terhadap  orang non Muslim, malahan sangat  memperhatikan mereka. Orang Kristen, Yahudi, dan penyembah api diijinkan  mendirikan  dan  beribadah  di gereja, sinagog dan kuilnya. Diceritakan,  di  Damaskus al-Walid menurunkan Basilika John Pembaptis dan  menjadikannya  bagian  dari  masjid  Umayyah. Ketika Umar menjadi khalifah, orang Kristen mengadukan tentang penyitaan gerejanya, dan ia seketika  itu  juga  memerintahkan  gubernurnya  mengembalikan  kepada pemilik  asalnya.  Orang  Kristen  juga diusahakan agar tidak dibebani pajak yang mencekik leher. Di Aila dan Cyprus, jumlah upeti yang sudah dinaikkan  melalui  perjanjian dengannya, ia turunkan kembali ke dalam jumlah sebelum berlakunya perjanjian.

Pada suatu ketika, seorang Muslim membunuh seorang non Muslim di Hira, ketika  berita  pembunuhan  itu  sampai  ke  telinga Umar, ia langsung memerintahkan   gubernur  setempat  agar  perkaranya  diproses  dengan menegakkan  keadilan.  Pembunuh  lalu  diserahkan  kepada  keluarga si terbunuh, lalu dia dibunuh (qishash).

Tindakan  yang  adil  sesuai  dengan  ajaran  Al-Qur’an  dan al-Hadits membuat  negara  mencapai  stabilitas,  rakyat  menjadi sejahtera, dan kehidupan  berlangsung  aman dan damai. Di masa itu hampir tidak dapat ditemukan  orang  yang  mau  menerima  sedekah. Itu dicapai dalam masa pemerintahan  yang  sangat  singkat,  dua  tahun  rakyat telah menjadi begitu sejahtera dan puas.

Umar  bin  Abdul  Aziz tidak terlalu banyak menekankan pemerintahannya pada   kemegahan   dan   kemenangan   di   bidang  militer.  Ia  lebih memperhatikan  administrasi,  pembangunan  ekonomi  dalam  negeri, dan konsolidasi  negara. Pengepungan terhadap Constantinopel ditingkatkan. Di Spanyol, pasukan Islam menyeberangi Pyrennes dan menyusup sampai ke Toulouse di Perancis Tengah.

Pada  masa  pemerintahannya, seluruh orang Barbar di Afrika Utara, dan kaum ningrat Sind, memeluk agama Islam atas kemauan sendiri.

Para sejarawan menyaksikan dengan rasa puas karya dan aspirasi seorang penguasa  yang menjadikan kesejahteraan rakyatnya sebagai satu-satunya tujuan  ambisinya.  Tak  ada yang menandingi pemerintahan yang singkat tetapi  gilang-gemilang  itu.  Seorang orientalis Eropa mengakui bahwa “Sebagai   khalifah,  Umar  berdiri  sendiri.  Ia  berbeda  dari  para pendahulunya  maupun  dari  penggantinya. Diilhami oleh kesalehan yang sejati,  walaupun  tidak  sepenuhnya  bebas  dari fanatisme, ia sangat sadar  akan  tanggung  jawabnya terhadap Tuhan, dan ia selalu berusaha meneruskan apa yang dia percayai sebagai sesuatu yang benar dan dengan sabar  menjalankan  tugasnya sebagai raja. Dalam kehidupan pribadinya, ia terkenal dengan kesederhanaan dan sikap hidup yang suka berhemat.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *