Abu Dzar Al Ghifari Ra.

Abu Dzar secara singkat berguru pada Rasulullah. Rasulullah sangat kagum pada tabiat murid barunya ini, dan telah mengetahui secara mendalam bagaimana sifatnya itu. Dan sikapnya ini pula yang menyebabkan dia menjadi bulan-bulanan penduduk Mekkah di sekitar Ka’bah. Dan akhirnya Abu Dzar kembali ke kampungnya atas perintah Rasulullah.

Abu Dzar kembali kepada keluarga dan kaumnya serta menceritakan kepada mereka tentang Nabi yang baru diutus Allah, yang menyeru agar mengabdi kepada Allah Yang Maha Esa dan membimbing mereka supaya berakhlaq mulia. Seorang demi seorang kaumnya masuk Islam. Bahkan usahanya tidak terbatas pada kaumnya saja, tapi dilanjutkannya pada suku lain yaitu suku Aslam.

Hari demi hari berlalu sejalan dengan peredaran masa, Rasulullah telah hijrah ke Madinah dan menetap di sana bersama kaum muslimin. Pada suatu hari, satu barisan panjang yang terdiri atas para pengendara dan pejalan kaki menuju pinggiran kota, meninggalkan kepulan debu yang tinggi. Kalau bukan suara takbir yang mereka kumandangkan tentulah penduduk Madinah telah mengira adanya serangan mendadak kaum musyrik.

Rombongan besar itu semakin mendekati kota…lalu masuklah mereka ke kota Madinah dan langsung menuju masjid Rasul serta tempat kediamannya.

Ternyata rombongan itu tidak lain rombongan dari suku Ghifar dan suku Aslam yang tanpa terkecuali telah masuk Islam semua anggotanya. Telah beberapa tahun mereka menganut Agama itu, tepatnya semenjak mereka diberi Allah di tangan Abu Dzar. Dan ikut pula bersama mereka suku Aslam, raksasa garong dan komplotan setan yang telah beralih rupa menjadi raksasa kebajikan dan pendukung kebenaran. Nah tidakkah ini menunjukkan bahwa Allah memberi petunjuk kepada siapa saja yang Ia kehendaki?

Rasulullah melayangkan pandangannya kepada wajah-wajah yang berseri-seri, pandangan yang diliputi rasa haru dan cinta kasih. Sambil menoleh kepada suku Ghifar, ia bersabda : „Suku Ghifar telah dighafar (diampuni) oleh Allah.“ Kemudian sambil menghadap kepada suku Aslam beliau bersabda, „Suku Aslam telah disalam (diterima dengan damai) oleh Allah.“

Dan mengenai Abu Dzar, muballigh ulung yang berjiwa bebas dan bercita-cita mulia itu, tidaklah Rasulullah akan menyampaikan ucapan istimewa kepadanya? Tidak pelak lagi, pastilah ucapan Rasulullah kepadanya merupakan sebuah ucapan berkah. Rasulullah bersabda, „Takkan pernah lagi dijumpai di bawah langit ini, orang yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar…!“

Sungguh Rasulullah saw. bagai telah membaca hari depan Abu Dzar. Memang demikianlah sifat Abu Dzar, beliau selalu membawa kebenaran yang disertai keberanian. Benar batinnya benar pula lahirnya. Benar aqidahnya benar pula ucapannya. Ia akan selalu menjalani hidupnya dengan benar.
Dan kebenarannya itu bukanlah kebenaran yang bisu, karena bagi Abu Dzar kebenaran yang bisu bukanlah kebenaran. Yang dia maksud dengan benar adalah menyatakan dengan secara terbuka dan terus terang, yaitu menyatakan yang haq dan menentang yang batil, menyokong yang benar dan menghantam yang salah. Benar adalah kecintaan yang penuh terhadap yang haq, mengemukakannya secara berani dan melaksanakannya secara terpuji. Dengan penglihatannya yang tajam, maka Rasulullah menampakkan kesusahan melihat nasib yang akan dialami Abu Dzar akibat dari kebenaran dan ketegasannya. Maka beliau selalu berpesan agar Abu Dzar melatih kesabaran dan tidak terburu nafsu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *