Memimpikan Negeri Qur’ani

al qur'anLelaki itu mengeluarkan mushaf kecil, membaca sisa bacaan yang belum selesai. Di depannya berdiri, nampak anak muda berpakaian trendi sedang membaca kumpulan surat-surat pilihan dalam Al-Qur’an yang disebut Sab’ul Munjiyat. Tidak lama ia berdiri meninggalkan tempat duduknya, bersamaan dengan henti roda-roda baja kereta. Saya pun menempati kursi kosong bekas pemuda tadi.

Wajah-wajah dalam gerbong itu nampak lelah. Tetapi lelaki itu sedikit menemukan kesejukan, beberapa orang dalam gerbong itu terlihat membaca Al-Qur’an. Lelaki tua berambut putih yang duduk di sampingnya juga mengeluarkan mushaf besar dari dalam tas lusuhnya. Memang terlihat ganjil, namun ia berusaha menyesuaikan dengan kondisi matanya yang (mungkin) sudah rabun.

Polisi, tentara dan satpam yang sedang jaga tak segan membaca Al-Qur’an. Saat pergi ke pertokoan di kawasan padat lelaki itu pun beberapa kali menyaksikan pemandangan yang membuat gairah keimanan menyala, beberapa penjaga toko membaca Al-Qur’an sambil menunggu pembeli yang mayoritas turis Asing. Dalam bis-bis kota yang sesak beberapa orang membaca dan mengulang hafalan Qur’an-nya menjadi sebuah pemandangan yang biasa.

Dalam sebuah perjalanan pulang dari kantor, ia ditegur seorang pemuda yang sedang mengulang hafalan Qur’an-nya. “Apakah kamu membawa mushaf?” “Ya” Jawab nya. “Mengapa kamu tidak membacanya?” katanya lagi. “Saya tidak punya wudlu.” “Apa salahnya mengulang hafalan Qur’an? Saya juga tidak punya wudlu!” Ia pun mengangguk dan membenarkan nasihatnya.

. Inilah sedikit gambaran dari sebuah Negeri Qur’ani. ‘Negeri Qur’ani’ hanyalah sebuah nama yang terlintas di benak pikiran. Ia bukanlah negeri yang selalu identik dengan tanah Arab, bukan itu yang dmaksud. Negeri Qur’an ialah negeri yang masyarakat Muslimnya dekat dengan Al-Qur’an apapun bahasa nasionalnya. Negeri yang mencintai Al-Qur’an sebagaimana mereka mencintai Allah pemilik kitab-Nya. Negeri itu mungkin saja negeri kita tercinta: Indonesia.

Setidaknya satu hal yang diharap para pembaca Qur’an itu: keberkahan. Keberhakan dalam segala hal, bukan hanya dari sisi materi, jauh dari itu keberkahan di Hari Pengadilan seluruh manusia. Karena kata Nabi SAW, “Bacalah Qur’an. Karena ia akan menjadi pemberi syafa’at kepada para pembacanya.” Dan keberkahan itu sendiri telah dijanjikan Allah dalam kitab-Nya ini, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Q.S. Shaad: 29)

Penulis buku ‘Fî Dzilâlil Qurân’ (Di Bawah Naungan Qur’an) Sayyid Qutb, mengungkapkan kekagumannya kepada Al-Qur’an setelah lama ia bergelut dengan berbagai pemikiran Materialis, “Wajadtu-l Qur’an” (Kutemukan Al-Qur’an) katanya. Semenjak itu ia pun konsen mempelajari Al-Qur’an sampai ia menemui syahid di tiang gantungan, setelah merampungkan karya monumentalnya: Fî Dzilâlil Qur’ân

Yang harus selalu kita pertanyakan, “Apakah kita termasuk orang-orang yang gemar membaca Al-Qur’an?” dan “Apakah kita masih mengharapkan syafa’at dari Al-Qur’an?” karena, ia (Al-Qur’an) datang sebagai pemberi syafa’at bagi para pembacanya. Wallahu ‘alam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *