Bersahabat Dengan Al Qur’an

Melihat judul di atas mungkin sebagian orang akan menyangka bukankah Al-Qur’an benda mati? untuk apa kita bersahabat dengannya?

Perlu kita kembali dengar pepatah yang mengatakan seseorang dilihat dari teman (sahabatnya). Barangsiapa yang bersahabat dengan tukang minyak wangi maka akan ketularan bau wanginya, siapa yang dekat dengan pandai besi maka sangat mungkin terciprat bara apinya.

Nah sekarang yang menjadi pertanyaan Mengapa harus Al-Qur’an? Yang pertama dijawab adalah karena Al-Qur’an adalah kalam Allah, tidak ada sedikit pun perkataan manusia, bahkan ketika manusia di tantang untuk membuat satu surat pun tak akan bisa, karena Al-Qur’an dibuat dan diturunkan dengan ilmu Allah. Perhatikanlah Firman Allah berikut ini: “Dan sesungguhnya al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam”, (QS. 26:192). “dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin”, (QS. 26:193)

Atas kehendak Allah, Al Qur’an diturunkan dari Lauhul Mafuzh di bawa oleh Ar Ruh Al-Amin (ada yang mengartikan Jibril), ke dalam hati manusia (Muhammad), agar supaya beliau dapat memberi peringatan kepada manusia. Hati yang dimaksud di sini adalah qalbu yang ghaib, karena Al Qur’an pun ghaib pula. Tidak mungkin tulisan di atas kertas itu dapat masuk ke dalam hati seseorang. Al Qur’an tidak dapat dibuat oleh manusia maupun jin.

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar.” (QS. 2:23)

“Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir.” (QS. 2:24)

Kemudian mungkin akan bertanya lagi mengapa harus Allah? Karena Dialah yang menciptakan manusia, bumi dan segala isinya serta seluruh makhluk hidup di dunia ini.

“Dan tidaklah Aku ciptakan seluruh jin dan seluruh manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu.” (QS. Adz Dzariyat [51]: 56).

Demikian pula firman Allah Ta’ala“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi serta apa yang berada di antara keduanya kecuali dengan Haq” (QS. Al Hijr [39]: 85).

Demikian juga dalam firman Allah Ta’ala: “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS. Ath Tholaaq [65]: 12).

Firman Allah Ta’ala, “Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia, dan (demikian pula) bulan Haram, hadya, qalaid. (Allah menjadikan yang) demikian itu agar kamu tahu, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Maidah [5]: 97).

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan kepada kita bahwa sesungguhnya maksud dari penciptaan makhluk dan perkara yang diinginkan dari adanya mereka adalah agar mereka mengenal Allah dengan nama-namaNya yang mulia dan sifat-sifatNya. Demikian juga agar mereka hanya menyembah/beribadah hanya kepada Allah semata dengan tidak menyekutukanNya dan agar manusia menegakkan keadilan yang mana Allah adalah Dzat yang Maha Adil yang dengan shifat adilnya tersebut tegaklah langit dan bumi.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan mizaan supaya manusia dapat melaksanakan keadilan”. (QS. Al Hadiid [57]: 25).

Demikianlah kita tahu bahwa apa yang ada di dunia ini adalah milik Allah, termasuk manusia dimana layaknya seorang pemilik sesuatu berarti dia berhak dan tau apa-apa yang mesti dilakukan terhadap barang yang dimilikinya. Intinya diri kita ini adalah hanya pinjaman dari Allah yang kapan saja Dia bisa mengambilnya ketika sudah sampai waktunya, maka dari itu adalah wajib bagi kita untuk bersyukur.

Lantas bentuk kesyukuran itu yang seperti apa? Tentu yang sesuai dengan keinginan Allah, karena bersyukur itu ternyata bermakna dengan mengikuti apa yang Allah mau sesuai aturan Allah. Adalah orang yang tak tahu diri jika kita tidak mengenal siapa pemiliknya, dan adalah fakta di bumi ini dari 7 Miliar manusia hanya kurang lebih 1,3 Miliar yang mengaku dirinya muslim. Muslim itupun masih terbagi, tidak semua muslim tau dan mau tahu akan kemuslimannya. Masih ada sebagian yang istilahnya (maaf) Muslim KTP. Berarti orang yang bersyukur sesuai keinginan Allah masih sedikit dibanding dengan yang belum maupun tidak bersyukur sesuai keinginan Allah. Lantas bagaimana indikator orang yang bersungguh-sungguh bersyukur sesuai keinginan Allah? Salah satunya adalah dapat kita lihat shaff jama’ah shalat subuh di masjid.

Kembali pada persahabatan kita dengan Al Quran, bahwa ketika kita berinteraksi dengan Al-Qur’an entah itu membaca, memahami maknanya, atau menghafalnya maka kita gunakan seluruh potensi dari tubuh ini. Mata kita gunakan untuk melihat, mulut komat-kamit membaca atau mengejanya, tangan kita pakai untuk memegangnya, otak berkonsentrasi, telinga mendengar, kaki ditata untuk duduk nyaman, suara, pernafasan, semuanya kita berdayakan. Subhanallah karena apa? Karena kelak kita akan dihisab, ketika tubuh dan seluruh anggotanya kita gunakan untuk berinteraksi dengan Al Quran, maka Allah pun ikut bangga dan senang. Namun sebaliknya jika tubuh dan seluruh anggotanya lebih banyak untuk bermaksiat maka rugilah kita. Firman Allah dalam QS Yaa Siiiiiin 65: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”

Mengapa harus menjadi sahabat Al-Qur’an? Ya karena kita adalah muslim, dan sepantasnyalah menjadikan apa-apa yang baik menjadi sahabatnya. Sahabat diartikan yang selalu menyatu, satu irama, satu tujuan. Sehingga ketika yang kita jadikan sahabat baik dalam hal ini Al-Qur’an maka pastilah kita menjadi baik. Oleh karena itu Al-Qur’an selain menjadi hukum Islam yang pertama dialah pedoman hidup juga bagi umat Islam.  Maka tak heran jika generasi sahabat yaitu salafushalih adalah generasi terbaik sepanjang masa di dunia. Mengapa demikian yak arena mereka para sahabat menjadikan Al-Qur’an sebagai sahabat. Mereka adalah generasi pertama umat ini yang telah mendapat rekomendasi dari Allah dan RasulNya, telah mendapatkan keridhaan dari Allah Azza Wajalla. Karena mereka orang-orang yang langsung menerima dan mempelajari agama dari Rasulullah SAW. Amalan dan Aqidah mereka telah disaksikan Rasulullah.

Firman Allah At Taubah 100:”Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surge-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”  Juga Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian setelahnya, kemudian setelahnya” (Muttafaq ‘Alaih).

Begitulah Allah menjadikan generasi sahabat mulia karena mereka bersahabat dengan Al-Qur’an. Oleh karena itu ketika kita sering berinteraksi dengan Al-Qur’an maka akan mulia. Karena satu-satunya kitab yang Allah muliakan adalah Al-Qur’an. Mendekat dengan Al-Qur’an maka Allah akan mudahkan apa saja di dunia dan akhirat.

Sebagaimana kita harus dekat dengan Al-Qur’an maka adalah kewajiban seorang muslim/ah terhadap Al-Qur’an adalah:

1. At Tilawatu: Membacanya.

Tentu dengan bacaan yang benar, karena hukum membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid adalah fardhu ‘ain. Namun hukum mempelajari ilmu tajwid adalah fardhu kifayah. Lantas bagaimana agar bisa membaca dengan benar? Maka jawabnya harus belajar pada seorang guru dengan proses talaqqi. Talaqqi adalah belajar membaca Al Quran secara langsung dibimbing oleh seorang guru Al-Qur’an. Dalam talaqqi seseorang akan mendapatkan pengarahan yang benar setiap kali salah membaca. Bacaan Al-Qur’an bukan berdasarkan ijtihad tetapi riwayat, sehingga harus melalui proses talaqqi kepada seorang guru dan tidak dapat dipelajari sendiri. Sabda Rasulullah saw, “Orang yang mahir dalam Al Qur’an bersama duta-duta mulia lagi suci. Dan siapa yang membaca Al Qur’an dengan terbata-bata dan mengalami kesulitan maka baginya dua pahala.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Sabda Rasulullah saw, “Orang yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu kebaikan dan setiap kebaikan setara dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf akan tetapi alih satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)

2. Al Hifdzu: Menghafalnya

Al-Qur’an selain dibaca dan direnungkan juga perlu untuk dihafal. Dipindahkan dari tulisan ke dalam dada, karena hal ini merupakan ciri khas orang-orang yang diberi ilmu, juga sebagai tolok ukur keimanan hati seseorang. Allah SWT berfirman: “Sebenarnya Al-Qur’an adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada-dada orang yang diberi ilmu, dan tidaklah mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang yang zhalim” (QS 29:49), Juga sabda Rasulullah “Sesungguhnya orang yang di dalam dadanya tidak terdapat ayat dari Al-Qur’an, bagaikan rumah yang tidak berpenghuni.”(HR At Tirmidzi)

3. Al Fahmu: Memahami Isinya

Untuk dapat memahami isi Al-Qur’an haruslah menguasai bahasa Arab. Karena jika hanya membaca terjemahnya saja belum cukup untuk bisa memahami isinya. Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab yang sangat tinggi sastranya. Oleh karena itu sebagai muslim yang baik butuh belajar bahasa Arab. Oleh karena itu, menurut kaidah hukum Islam, mengerti akan ilmu Nahwu bagi mereka yang ingin memahami Al-Qur’an hukumnya fardhu ‘ain.

4. Al ‘Amalu: Mengamalkan

Sebagai seorang muslim, tentu urusan mengamalkan isi Al-Quran sudah menjadi harga mati. Sebab Al-Quran bukan sekedar kitab untuk dibaca saja, tetapi lebih dari itu, Al-Quran adalah petunjuk hidup.

Allah SWT berfirman:

“Dan demikianlah Kami menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertaqwa atau Al-Qur’an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.” (QS. Thaha: 113)

“Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al-Qur’an dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura dan penduduk sekelilingnya serta memberi peringatan tentang hari berkumpul yang tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam.” (QS. As-Syura: 7)

Namun kita juga perlu tahu bahwa isi Al-Quran itu sangat luas, mencakup wilayah yang menjadi pokok agama, tetapi juga ada wilayah yang bersifat anjuran. Kalau kita pinjam istilah para ahli fiqih, ada wajib dan ada sunnah. Ada haram dan ada makruh.

Jadi yang harus dijalankan terutama pada bagian yang paling esensial, seperti urusan dasar aqidah dan syariah. Jadi kami batasi dulu saja, bahwa mengamalkan isi Al-Quran adalah sesuatu yang mutlak wajib dijalankan, terutama pada wilayah yang paling esensial, yaitu aqidah dan syariah.

Di tataran aqidah, rasanya sedikit sekali wilayah perbedaan pendapatnya. Beda dengan tataran syariah yang agak lebih beragam teknis pelaksanaannya. Dan masalah itu nanti akan dibahas pada bab fiqih.

Tentu saja isi Al-Quran bukan hanya aqidah dan syariah saja, tapi mencakup semua ajaran Allah SWT. Namun karena jumlah ayat Al-Quran sangat terbatas, yaitu berkisar hanya 6000-an ayat lebih saja, maka tentu saja detail-detail isi dan teknisnya nanti dijelaskan lewat hadits-hadits nabawi. Boleh dibilang yang ada di dalam Al-Quran baru sebatas prinsip-prinsip dasarnya.

5. Ad Da’watu: Mendakwahkan, mengajak orang untuk mengikuti Al-Qur’an.

Intinya kita tidak boleh shalih sendirian. Sabda Rasulullah “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR Bukhari)

Wallahu a’lam bishawwab

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *