Menghindari Sifat Bakhil 2

Mengoptimalkan Kesempatan yang Diberikan Allah SWT

oleh : DR. Azhami Z

Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang dholim. (QS. 2:254).

Pada pembahasan sebelumnya kita sudah memahami bahwa ummat Islam akan menjadi korban orang lain, kalau mereka enggan untuk berkorban dengan sebagian rizqi yang Allah SWT berikan kepada mereka. Banyaknya organisasi Islam yang senang meminta bantuan kepada pihak-pihak yang tidak jelas keislamannya, diantara sebabnya karena ummat Islam sendiri enggan untuk mengamalkan ajaran Allah agar berinfaq. Oleh karena itu agar perjuangan meninggikan kalimat Islam bisa optimal, salah satu jalannya adalah dengan membangun kembali kesadaran ummat Islam untuk berinfaq. Organisasi-organisasi kita akan kuat dan tidak akan kekurangan dana jika kita memiliki semboyan “Anggaran organisasi kita adalah apa yang ada di kantong kita (sunduquna juyubuna)”.

Allah meneruskan ayat ini dengan mengatakan min qobli anya`tiya yaumul la bai’un fiihi walaa khullatun walaa syafaa’ah (sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at). Artinya kita disuruh mengeluarkan infaq sebelum datangnya hari kiyamat, yang di saat itu tidak ada lagi jual beli, tidak ada lagi kasih sayang dan tidak ada pula persahabatan. Ini menunjukkan bahwa ummat Islam seharusnya adalah ummat yang pandai memanfaatkan kesempatan. Dalam setiap kesempatan harus kita pergunakan untuk beribadah kepada Allah SWT.

Salah satu hal yang harus kita syukuri adalah bahwa dalam kondisi apapun, kita tidak menemui hambatan yang berarti untuk mengadakan acara-acara keislaman. Sementara ada suatu negara yang jangankan mengadakan acara-acara keislaman, untuk sekedar bertemu saja tidak bisa dilakukan oleh para aktivis da’wahnya. Karena begitu mencekamnya keadaan di negara itu, untuk sekedar bertemu saja tidak bisa. Padahal antar ummat Islam hendaknya selalu bertemu untuk mengekspresikan ukhuwwah fillahnya. Akan tetapi karena kondisinya tidak memungkinkan, dimana kalau antara sesama aktivis Islam yang bertemu, maka thoghut akan langsung menangkapnya. Padahal kita pahami bahwa sebuah ukhuwwah tidak bisa dilangsungkan dengan baik tanpa pertemuan-pertemuan.

Bagaimana cara mensiasati keadaan seperti ini? Cara yang ditempuh jika mereka ingin bisa bertemu dengan saudaranya yang lain adalah, ia berjalan di jalan yang besar terdapat orang banyak, kemudian mereka hanya saling melirik saja. Maksud lirikan itu adalah untuk menunjukkan bahwa diantara mereka masih hidup. Jadi untuk saling bicara saja tidak bisa.

Oleh karena itu ketika kita diberikan furshoh (kesempatan) oleh Allah SWT sebaik ini di negara kita, dimana kita bisa mengkaji Islam dengan tenang, kita bisa bertanya tentang hal-hal yang tidak kita ketahui, maka kesempatan ini harus kita optimalkan untuk menda’wahkan Islam. Jika dalam kondisi setenang ini namun kita tidak mau terlibat dalam da’wah, bagaimana kita akan mempertanggungjawabkan ini semua di sisi Allah kelak? Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :

Tsumma latus-alunna yaumaidzin ‘anin na’iim

Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang keni’matan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu. (QS. 102:8).

Semua yang ada di hadapan kita adalah keni’matan dari Allah yang akan kita pertanggungjawabkan kelak. Al-amnu ni’mah (keamanan adalah keni’matan), al-waqtu ni’mah (waktu yang kita miliki adalah keni’matan), al-’ilmu ni’mah (ilmu yang kita miliki adalah keni’matan), al-ukhuwwah ni’mah (ukhuwwah yang terjalin baik adalah keni’matan). Pertanyaannya kemudian adalah sudah sejauh mana semua itu kita pergunakan untuk Islam? Sudah berapa banyak amal Islam yang kita lakukan ? Bagaimana jika seeandainya kita dihadapkan dengan kondisi yang mencekam seperti yang ada di negara lain itu ? Amerika sengaja memelihara agar kondisi di suatu negara Islam berlangsung mencekam, sehingga da’wah tidak bisa digulirkan. Yang mereka hancurkan bukan pemimpin di negara itu, akan tetapi rakyatnya. Kalau Amerika mau membunuh pemimpinnya, sebenarnya tidak sulit. Mereka telah membunuh Presiden Zia ul-Haq rohimallah dari Pakistan, mereka juga membunuh Raja Faisol karena mengangkat issu khilafah fil ardl. Kenapa mereka tidak membunuh pemimpin di negara tertentu ? Ini karena mereka ingin menghancurkan rakyatnya. Amerika bermain mata dengan pemimpin negara itu untuk menghancurkan rakyat di negara itu, agar jika nanti Islam berkuasa, sudah dalam keadaan lumpuh.

Yang seperti ini harus kita pahami dengan baik. Artinya, wawasan kita harus ‘alamiyah (bersifat internasional). Ketika Amerika mengancam Sudan atau Pakistan, itu bukan karena rudal atau senjata lainnya yang dimiliki, akan tetapi karena senjata-senjata itu berada di negara Islam, yang jika suatu saat thoghutnya jatuh, maka yang berkuasa adalah rakyatnya. Ketika itulah mereka merasa terancam, sehingga sebelum itu terjadi, dihancurkan terlebih dahulu kekuatan negara Islam itu dengan dalih untuk menghancurkan senjata kimia. Pertanyaannya, apakah Amerika sendiri tidak mempunyai senjata kimia ? Apakah Amerika tidak mempunyai senjata nuklir ? Ketika senjata-senjata itu dimiliki negara-negara kafir, mereka tenang-tenang saja. Akan tetapi jika yang memilikinya adalah negara Islam, mereka merasa tidak tenang Untuk itulah kita ummat Islam ini harus bersatu.

Jadi furshoh (kesempatan) yang kits miliki ini harus benar-benar kita manfaatkan untuk seoptimal mungkin melakukan amal Islami. Semua ini kita lakukan dalam rangka ketaatan kita kepada Allah, bukan untuk tujuan yang lainnya. Kalau tidak demikian, bagaimana kita akan mempertanggungjawaban semua kesempatan ini dihadapan Allah SWT ? Kalau kita lihat dalam sejarah ummat Islam baik yang dialami oleh para Nabi sampai sekarang, tidak ada manusia-manusia yang benar-benar memperjuangkan Islam yang hidupnya santai-santai saja. Seluruh waktunya dipergunakan untuk da’wah dan da’wah. Al-furshoh qod laa tatakarror (kesempatan itu tidak akan datang berulang).

Kita ingat ketika negara kita ini yang berkuasa adalah orang-orang Nasrani, kesempatan yang kita miliki tisak seluas sekarang ini. Ketika itu dimana-mana banyak ummat Islam yang dibunuh. Di Aceh, di Lampung dan di banyak tempat yang lainnya. Itu semua terjadi di saat amniyah (kondisi keamanan) kita sedang sulit. Ketika situasi berubah menjadi lebih memungkinkan untuk berda’wah, maka kita harus manfaatkannya seoptimal mungkin. Seluruh aspek yang bisa kita masuki untuk melakukan amal Islami, harus kita masuki. Aspek ekonomi, aspek politik, pendidikan, sosial dan lainnya seluruhnya harus kita masuki dalam rangka mensyiarkan Islam, bukan dalam rangka untuk mendapatkan kursi.

Dalam kondisi sekarang ini kita harus benar-benar mentarbiyah diri kita, isteri kita dan anak-anak kita, sehingga jika suatu saat terjadi fitnah, keluarga kita tetap tsabat (tegar) dan istiqomah karena sudah mempunyai bekal yang cukup. Kita bisa membayangkan jika kita sibuk berda’wah, sementara isteri kita tidak mempunyai pemahaman Islam yang baik, seperti apa jadinya ? Dan jika kita mati masih muda sementara anak kita masih kecil-kecil, siapa yang akan mentarbiyah mereka? Oleh karena itu kesempatan yang baik ini harus benar-benar kita pergunakan untuk mendidik diri kita sendiri dan mendidik mereka. Kita tidak tahu apakah umur kita bisa sampai tua.

Kenapa kita harus seoptimal mungkin memanfaatkan kesempatan yang ada pada kita? Karena pada dasarnya Walkaafiruuna humuzh zhoolimuun (Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zholim). Di sini Allah tidak mengatakan wal kafiruuna dholimuun, tetapi Allah mengatakan wal kafiruuna humudh dholimuun. Hum di sini merupakan ‘adatul taukid dan adhdholimun yang menggunakan al, juga merupakan ‘adatut taukid. Selain itu, jumlah ismiyah yang dipergunakan di sini juga merupakan ‘adawatut taukid. Ini artinya, ketika yang mendominasi dalam hidup kita adalah orang kafir, maka yang terjadi di dunia ini adalah pasti kedholiman dalam berbagai hal, seperti kedholiman dalam sektor ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Dan Allah pasti membinasakan orang yang terlibat dengan kekufuran. Dan kekufuran yang dimaksud di sini bukan hanya kekufuran ‘aqidah saja, akan tetapi juga kekufuran dalam politik, ekonomi dan lain sebagainya. Dalam Al-Qur’an Allah SWT mengatakan:

Qutilal insaanu maa akfaroh

Binasalah manusia, alangkah amat sangat kekafirannya (QS. 80:17)

Pada ayat ini, ta’bir yang dipergunakan adalah qutila (dibinasakan). Allah SWT tidak mengatakan qootalahumullah (Allah SWT membinasakan). Ta’bir yang dipergunakan pada ayat ini disebut mabni lil majhul, dan ini menunjukkan lith thobi’ah yang pasti terjadi. Artinya, sistem yang selalu melegalisasi kekufuran, pasti akan berakhir dengan kehancuran.

Pada ayat yang kita bahas ini Allah mengatakan wal kafiruuna humudh dholimuun. Dengan kelimat seperti ini, yang berbuat dholim seolah-olah hanya orang kafir saja. Memang benar bahwa ummat Islam pun ada yang berbuat dholim karena lupa dan sebagainya. Ketika ada orang beriman yang berbuat dholim, ketika itu keimanannya sedang tidak beres. Namun demikian, kedholiman yang dilakukannya tidak bisa disamakan dengan kedholiman yang disebabkan kekufuran. Maksudnya, orang kafir pasti berbuat dholim. Ini harus ditekankan agar jangan sampai kehebatan orang kafir yang sifatnya duniawi itu menutupi mata kita, sehingga kita terpesona dengan penampilan mereka dan lupa bahwa mereka adalah orang kafir, yang bagaimanapun juga mereka adalah musuh kita. Al-Qur’an memang mengakui bahwa orang kafir memiliki kepandaian dalam masalah dunia. Al-Qur’an mengatakan:

Ya’lamuuna zhoohiron minal hayaatid dun-yaa wahum ‘anil aakhiroti hum ghoofiluun

Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (QS. 30:7).

Jadi bagaimanapun hebatnya orang kafir, tetap saja yang dilakukan adalah kedholiman. Senjata-senjata yang dimilikinya digunakan untuk membunuh ummat Islam. Ini harus kita pahami benar. Dan kita pun bisa jatuh ke dalam kedholiman di saat kita bersentuhan dengan kekufuran, termasuk kufur ni’mat, kufur dengan furshoh (mengkufuri ni’mat Allah yang berupa kesempatan). Ketika itu kita dholiman pada al-haq (kebenaran), mendholimi Allah, mendholimi masyarakat dan juga mendholimi diri kita sendiri. Seseorang yang berbuat ma’shiyat apalagi jika ia kufur, pada dasarnya ia mendholimi diri sendiri karena dengan demikian ia tega menceburkan dirinya ke dalam api neraka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *